Sabtu, 02 April 2011

cerpenku

ANUGERAH TERINDAH
Oleh Tyas Sri Utami

Masih 5 manit lagi. Lama sekali rasanya menunggu lonceng berdentang dua kali. Hmm… inilah akhir detik-detik penantianku. Pulang. Aku ingin pulang. Ingin sekali aku berhambur keluar dari ruangan ini, mengakhiri perang teori di otakku. Muridku asyik mengerjakan tugas yang baru saja kuberikan. Nampaknya mereka begitu asyik menikmati dan mengaplikasikan segudang teori yang baru saja kusampaikan. Jujur, aku masih canggung dan belum terbiasa dengan dunia baruku ini. Aku lebih suka kehidupan yang agak longgar dari segala macam bentuk paraturan dan tata tertib. Yach… menjadi guru bahasa Indonesia, sebuah tantangan yang besar bagiku. Dalam pandangan orang tuaku, seorang guru adalah seseorang yang memang harus dapat “digugu lan ditiru”. Berat memang, tapi kuyakin bahwa aku dapat merealisasikan dan memberikan yang terbaik untuk ayah bunda.
Teng…….teng…….
Alhamdulillah, lonceng berbunyi. Bagai hujan yang dinanti di kemarau panjang. Hatiku tak henti-hentinya mengucap syukur. Seperti biasa, anak-anak langsung berkemas. Salah satu di antara mereka memimpin berdoa untuk mengakhiri pelajaran hari ini, setelah itu maju satu per satu salaman dengan guru mata pelajaran.
Dengan raut wajah penuh seri yang tak dapat kusembunyikan, segera aku bergegas keluar kelas setelah semua anak keluar. Kupercepat langkah kakiku. Dalam benakku hanya terbayang satu wajah penuh senyum yang akan menyambutku nanti. Ya,… Hendy. Aku memanggilnya Mas Hendy karena dia setahun lebih tua dariku. Dia adalah sosok pria yang setia mengisi lembar hari-hariku selama setahun terakhir ini. Hmm… benar saja, wajah manis dan teduh itu sudah menantiku di depan gerbang sekolah. Mungkin dia sudah menungguku sejak tadi. Aku tak tahu pasti. Lemparan senyum dan pandangan matanya membuatku semakin hanyut dan tenggelam dalam kecambuk indahnya bayangan masa depan.
“Mari Nak” Aku tersentak kaget, seketika bayangan dalam anganku lenyap dan aku kembali tersadarkan oleh situasi.
“Mari Pak” spontan aku menjawab dan membalasnya dengan senyum. Ternyata Pak Karno. Beliau adalah sosok guru yang ramah dan humoris. Ada saja hal-hal lucu yang beliau lakukan untuk menghibur seseorang. Aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Banyak sekali cerita dan pengalaman yang selalu baliau bagikan padaku tiap harinya. Beliau kukenal sebagai sosok pribadi yang kuat dan pantang menyerah walau hidupnya kini hampir lapuk termakan usia.
“Sudah ditunggu,” beliau tersenyum.
“Iya Pak, mari saya duluan ya Pak” balasku dengan senyum juga.
“Hati-hati Nak”.
“Iya Pak”.
Status hubunganku dengan Mas Hendy sudah menjadi rahasia umum kalangan guru dan karyawan SMA Negeri 1 Jati. Aku segera berjalan menuju tempat Mas Hendy menungguku, “Maaf Mas, udah lama nunggu ya?” aku mencoba menyapa.
“Hhmm… belum kok, no problem, dah makan siang Dik?”
“Belum Mas”.
“Y udah, kita mampir makan dulu ya, mas juga belum makan”.
Aku segera naik ke boncengan, “Kamu pingin makan apa?” tanyanya
“Terserah Mas”.
“Seperti biasa ya?”
“Huumm”.
Seperti biasa, kami makan di Salsa Sambal. Selain masakannya lezat, tempat dan pelayanannya juga oke dan memuaskan.
Seusai makan kami langsung pulang dan melanjutkan kesibukan aktivitas masing-masing. Sebenarnya jarang sekali kami bisa bertemu. Masalah pokok kami adalah waktu dan padatnya aktivitas. Sebagai seorang journalis, waktunya sering kali habis untuk sejumlah liputan dan deadline tulisan. Setidaknya kami sangat bersyukur walau diantara kami sama-sama sering terhanyut oleh aktivitas dan waktu, kami masih menyempatkan waktu untuk sekedar bersua dan berbagi segala kesah. Disamping mengajar, aku juga disibukkan dengan jadwal siaran di salah satu radio swasta di kota ini. Aku begitu tertarik dengan dunia kepenyiaran sejak aku kuliah dan mengambil mata kuliah kepenyiaran.

Hufzzzz….
Badanku capek sekali, entah mengapa baru dua jam siaran saja membuatku semakin tak berdaya melawan lelah dan kantuk.
I just wanna say I love you.. I just wanna say I love you... I just wanna say I love you... HPku berdering, ada SMS masuk rupanya. Mas Hendy, kubaca pesan yang masuk. Berbait-bait, sebuah puisi nampaknya.
Kubawa pandangku
Dari tempat kubersandar
Kualunkan lepas rinduku
Perjalanan ini
Kadang menjebak cintaku
Aku merindukanmu
Ku hanya ingin membaca hatimu
Owhhh… so sweet. Segera kubalas SMSnya thanks y sayanx. Love u so much
Love u too cinta, balasnya.
Hhhfff, mataku sudah tak kuat menahan kantuk. Baiknya kuakhiri dulu cerita malam ini. Aku ingin segera terlelap dan memeluk mimpi indah malam ini.

Pagi berseri. Mataku terbuka oleh suara dering HP. Sayanx, hari ini mas g bs mnjmput cz ad pndelegasian k luar kota, adik plg ndiri dlu y.. hati2, jgn tlat maem n g bleh nkal. Nice day cinta
Yach.. tak apalah, namanya juga tugas, Gpp mz, tar adik plg ndiri. Mz hati2 y, te2p amanah lho y…. g bleh nakal jg, he ehe he
Aku segera bergegas mandi dan siap-siap berangkat ke sekolah. Sebenarnya aku malas sekali berangkat ke sekolah. Hari ini aku free, nggak ada jadwal ngajar hanya jadi guru piket. Coba saja kalau nggak piket, pasti aku lebih milih bobo lagi meluk guling narik selimut.
Seperti biasa, sesampai di sekolah aku langsung mengambil buku catatan piket untuk mencatat apa saja yang berlangsung selama sehari, belum lagi harus mengantar tugas kalau ada kelas yang kosong.

Teng ….teng…teng…
Lonceng berbunyi tiga kali tanda waktu istirahat telah tiba. Siswa berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju kantin, perpustakaan , kamar mandi, koperasi, dan tempat-tempat umum lainnya yang ada di sekolah.
Tiba-tiba saja Pak Harno sudah berdiri di belakangku dan menepuk pundakku, “Sendirian Nak?” tanyanya.
“Iya Pak, Bapak sudah selesai mengajar?” aku balik bertanya.
Pak Harno, pak guru tua yang sabar itu tidak segera menjawab pertanyaanku, dia beranjak mengambil kursi dan segera duduk di sampingku.
“Sudah, hari ini bapak hanya ada satu kelas, kamu nggak ngajar Nak?”
“Tidak Pak, hari ini saya libur mengajar, hanya jadwal piket,” jelasku
“Hmmmm,” pak tua itu bergumam sambil menarik napas panjang, seolah-olah menanggung beban yang amat berat.
“Bapak sakit?” kuberusaha bertanya menyelidik
“Tidak Nak, bapak hanya kepikiran rumah.”
“Kenapa rumah bapak?”
Perlahan keluar setetes bening air di sudut mata pak tua itu.
Aku masih terheran-heran, mencoba meraba gerangan beban apa yang sedang dipikul oleh pak tua ini. Dalam keseharian selalu kulihat wajah pak tua yang damai, tegar, dan penuh kharisma. Akan tetapai pak tua yang ada di hadapanku sekarang? Siapa pak tua ini? Hampir-hampir aku tidak percaya. Pak tua yang ada di hadapanku saat ini adalah sosok pak tua yang tak lagi berdaya, seolah pasrah oleh sebuah jeratan beban dan keadaan yang tak pernah kumengerti sebelumnya. Ada apa ini?
Aku mencoba untuk tidak terlarut oleh situasi pak tua. Dengan penuh kesabaran, kuberanikan bertanya sekali lagi, “Kenapa rumah Bapak?”
“Ah tidak, tidak ada apa-apa, ngomong apa saya tadi?” pak tua itu langsung menyeka titik bening itu dan segera tersenyum lebar. Terjadi perubahan ekspresi yang amat cepat pada wajah pak tua. Aku ikut-ikutan senyum seperti pak tua. Aku tak habis pikir, ada apa gerangan dengan pak tua? Tapi hal itu tidak berlangsung lama, aku mencoba positif thinking, mungkin pak tua sedang teringat masa lalunya. Maklum saja, setahun yang lalu istri pak tua berpulang ke rahmatullah, sekarang pak tua hanya tinggal dengan kedua anaknya yang masih kuliah.
“Hehe he he…..” tiba-tiba saja pak tua tertawa.
Aneh. Benar-benar aneh.

Aku tidak akan mengungkit keanehan pak tua hari ini, semua kembali berjalan normal. Mungkin gejala lanjut usia pikirku. Aku melanjutkan tugas piket. Hari ini Pak Warno guru Biologi meninggalkan tugas, terpaksa aku harus mengantarkan tugas ke kelas X.6 di lantai dua. Haduw capeknya. Sesampai di ruang piket aku menemukan sebuah amplop surat, kubaca nama pengirimnya. Setya Prananda dari Medan. Aku mengenalnya, lalu kubaca bagian belakangnya, ditujukan pada Dwi Ananda. Namaku. Langsung kubaca isinya. Sekilas terlihat simple, hanya beberapa baris saja dan formatnya seperti puisi, aku penasaran.
Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Belai lembut jarimu
Hangat peluk janjimu
Saat kau di sisisku
Kembali ke dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
ATYPKM
Kembalilah padaku cinta
ATYPKM, aku tidak asing dengan singkatan itu. Beberapa tahun yang lalu singkatan itulah yang setia mengisi hari-hariku. Ya, ATYPKM, Anugerah Terindah Yang Pernah Ku Mikili. Bagaimanapun juga sekarang aku harus berpikir realistis, aku hidup untuk masa depan sedangkan ia bagian masa laluku walau dulu aku teramat mencintainya. Tidak mudah menghapus segala tentangnya dalam memoriku. Bahkan dulu aku sempat terpuruk dan rapuh olehnya. Bagaimanapun hatiku cuma satu, kepada siapa harus kuberikan. Sekarang aku sudah punya cinta. Ya Allah aku jatuh cinta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar