Selasa, 12 Juni 2012

Poinf of View dalam Cerpen



Point of view berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen. Cara yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini disebabkan, watak dan pribadi si pencerita (pengarang) akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Tiap orang punya pandangan hidup, cara berpkiri, kepercayaan, maupun sudut emosi yang berbeda-beda. Penentuan pengarang tentang soal siapa yang akan menceritakan kisah akan menentukan bagaimana sebuah cerpen bisa terwujud.
Adapun sudut pandang pengarang sendiri empat macam, yaitu sebagai
berikut.
a.    Objective point of view
Dalam teknik ini, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti kamu melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dengan demikian, pambaca dapat menafsirkan sendiri bagaimana pandangannya terhadap laku tiap tokoh. Dan dengan melihat perbuatan orang lain tersebut kita menilai kehidupan jiwanya, kepribadiannya, jalan pikirannya, ataupun perasaannya.
Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini, pembaca dapat mendari tafsiran sendiri dari dialog antartokoh maupun tindak-tanduk yang dilakukan tiap tokoh. Pengarang paling hanya memberikan sedikit gambar mengenai kondisi para tokoh untuk “memancing” pembaca mengetahui lebih jauh tentang tokoh-tokoh yang ada dalam cerita.

b.    Omniscient point of view
Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. la tahu segalanya. la bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya. la bisa keluar-masukkan para tokohnya. la bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran para pelaku cerita. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para pelakunya. Bahkan pengarang bisa bicara langsung dengan pembacanya.
Ciri omniscient point of view lebih cocok untuk cerita yang bersifat sejarah, edukatif, ataupun humoris. Teknik ini biasa digunakan untuk hal-hal yang bersifat informatif bagia pembaca, yang kiranya memang pembaca belum begitu banyak mengetahui. Tentunya, teknik ini biasanya digunakan dalam penulisannya dilakukan observasi (pengamatan maupun pembacaan).
c.    Point of view orang pertama
Teknik ini lebih populer dikenal di Indonesia. Teknik ini dikenal pula dengan teknik sudut pandnag “aku”. Hal ini seperti seseorang mengajak bicara pada orang lain. Jadi, bukan pengalaman orang lain yang diceritakan. Dengan teknik ini, pembaca diajak ke pusat kejadian, melihat, merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan. Tentunya, pemabaca juga harus cerdas membedakan jangan sampai pikiran “aku” dalam cerpen disamakan dengan pikiran si pengarang itu sendiri.
Teknik sudut pandang seperti ini sangat cocok untuk cerpen yang mebceritakan masalah kejiwaan (psikologis) sang tokoh. Pembaca dibawa hanyut dalam setiap gerak emosi sang tokoh.
d.   Point of view orang ketiga
Teknik biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi, pengarang hanya “menitipkan” pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga (“Dia”) dapat juga berupa nama orang. Adapun perkembangan emosi tokoh dalam membentuk konflik dapat dilihat dalam hubungannya antara tokoh utama “dia” dengan tokoh lainnya.
Dengan menggunakan tokoh ini, pengarang bisa lebih leluasa dalam menceritakan atau menggambarkan keadaan tanpa terpaku pada pandangan pribadi, beda halnya dengan menggunakan tokoh “aku”. Sang tokoh utama dapat seolah-olah berkembang sendiri dengan pemikiran sendirinya pula. Dengan demikian, pembaca dibawa untuk memahami sendiri bagaimana tokoh “dia” bertindak tanpa harus memikirkan peranan sang pengarang terhadap tokoh tersebut.

Selasa, 05 Juni 2012

TIPS SUKSES UKK

Oke & PD Menghadapi UKK
  1. Mengetahui Jadwal Ujian. 
  2. Motivasi belajar; menyiapkan materi dengan sebaik mungkin
  3. Mempelajari kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru mapel masing-masing pelajaran dengan cara memahami kisi-kisi yang telah diberikan.
  4. Menjawab pertanyaan ujian dengan jujur ketika menghadapi ulangan [percaya diri]. 
  5. Dilarang mencontek. Secara psikologis, kegiatan mencontek memberikan dampak yang tidak baik terhadap peserta ujian seperti (a) perasaan takut ketika mengikuti tes jika ada pemeriksaan mendadak, (b) membuat konsentrasi buyar karena adanya keinginan untuk membuka contekan, (c) mengurangi rasa percaya diri dengan jawaban, dan (d) menyia-nyiakan waktu secara percuma untuk membuat bahan contekan yang belum tentu bisa dipergunakan saat ujian.
  6. Guru membekali siswa dengan strategi pengerjaan soal yang baik
  7. Berdo’a sebelum dan sesudah belajar, agar Allah SWT memberikan pemahaman. 

DP:  Nanang Bagus Subekti, Mohamad Roup